DEFINISI BISNIS, KEWIRAUSAHAAN,
ETIKA BISNIS, DAN STRATEGI BISNIS
A. Pengertian bisnis
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Secara terminology, bisnis merupakan suatu kegiatan atau usaha yang tujuannya adalah untuk mendapatkan profit. Bisnis dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang meliputi pertukaran barang, jasa atau uang yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan maksud untuk memperoleh manfaat. Dengan demikian bisnis merupakan sebuah proses sosial yang dilakukan oleh individu atau kelompok melalui proses penciptaan dan pertukaran kebutuhan dan keinginan akan suatu produk tertentu yang memiliki nilai atau memperoleh manfaat atau keuntungan.
Sementara itu definisi lain istilah bisnis menurut Raymond E. Glos adalah seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang perniagaan dan industry yang menyediakan barang dan jasa untuk kbutuhan mempertahankan dan memperbaiki standar serta kualitas hidup mereka.
Bisnis Dalam Islam
Adapun dalam islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).
Tujuan utama suatu bisnis adalah untuk memperoleh laba. Untuk itu seorang pebisnis atau pengusaha harus mampu mengkombinasikan berbagai factor produksi seperti tenaga kerja, material, modal dan kemapuan entrepreneurship untuk mencapai tujuan bisnis tersebut.
B. Kewirausahaan
Kebanyakan penulis dan pengkaji di bidang bisnis mengartikan kewirausahaan sebagai sifat dan keahlian yang dimiliki oleh para wirausnaha. Dengan demikian kewirausahaan dapat diartikan sebagai karakter seorang wirausaha, yang meliputi hal berikut:
1. Berani mengambil resiko
2. Bijaksana dalam membuat keputusan
3. Pandai melihat kesempatan yang terbuka
4. Berkemampuan menjadi manajer yang baik
Jeffery A. Timmons mendefinisikan kewirausahaan sebagai tindakan kreatif manusia membangun sesuatu yang bernilai dari tiada satu apa pun. Dalam definisi ini kewirausahaan dipandang sebagai kemampuan memburu kesempatan tanpa menghiraukan keterbatasan sumber yang dimiliki. Pengertian konsep tersebut meliputi kemampuan dan keberanian untuk mengambil resiko yang juga meliputi keahlian yang dimiliki untuk memimpin orang lain kea rah wawasan yang telah ditentukan.
Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antar para ahli/sumber acuan dengan titik berat perhatian atau penekanan yang berbeda-beda, diantaranya adalah penciptaan organisasi baru (Gartner, 1988), menjalankan kombinasi (kegiatan) yang baru (Schumpeter, 1934), ekplorasi berbagai peluang (Kirzner, 1973), menghadapi ketidakpastian (Knight, 1921), dan mendapatkan secara bersama faktor-faktor produksi (Say, 1803). Beberapa definisi tentang kewirausahaan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
• Jean Baptista Say (1816): Seorang wirausahawan adalah agen yang menyatukan berbagai alat-alat produksi dan menemukan nilai dari produksinya.
• Frank Knight (1921): Wirausahawan mencoba untuk memprediksi dan menyikapi perubahan pasar. Definisi ini menekankan pada peranan wirausahawan dalam menghadapi ketidakpastian pada dinamika pasar. Seorang worausahawan disyaratkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajerial mendasar seperti pengarahan dan pengawasan.
• Joseph Schumpeter (1934): Wirausahawan adalah seorang inovator yang mengimplementasikan perubahan-perubahan di dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk (1) memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru, (2) memperkenalkan metoda produksi baru, (3) membuka pasar yang baru (new market), (4) Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru, atau (5) menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Schumpeter mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam konteks bisnis serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya.
• Penrose (1963): Kegiatan kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi. Kapasitas atau kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitas kewirausahaan.
• Harvey Leibenstein (1968, 1979): Kewirausahaan mencakup kegiatan-kegiatann yang dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya.
• Israel Kirzner (1979): Wirausahawan mengenali dan bertindak terhadap peluang pasar. Entrepreneurship Center at Miami University of Ohio: Kewirausahaan sebagai proses mengidentifikasi, mengembangkaan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasila akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi resiko atau ketidakpastian. Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pengertian tersebut adalah bahwa kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluang-peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan atau kombinasi input yang produktif. Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan innovatif. Selain itu, seorang wirausahawan menjalankan peranan manajerial dalam kegiatannya, tetapi manajemen rutin pada operasi yang sedang berjalan tidak digolongkan sebagai kewirausahaan. Seorang individu mungkin menunjukkan fungsi kewirausahaan ketika membentuk sebuah organisasi, tetapi selanjutnya menjalankan fungsi manajerial tanpa menjalankan fungsi kewirausahaannya. Jadi kewirausahaan bisa bersifat sementara atau kondisional.
C. Etika Bisnis
Kata “etika” berasal dari kata Yunani ethos yang mengandung arti yang cukup luas yaitu, tempat yang biasa ditinggali, kandang, padang rumput, kebiasaan, adapt, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Bentuk jamak ethos adalah ta etha yang berarti adat kebiasaan. Arti jamak inilah yang digunakan Aristoteles (384-322 SM) untuk menunjuk pada etika sebagai filsafat moral. Kata “moral” sendiri berasal dari kata latin mos (jamaknya mores) yang juga berarti kebiasaan atau adat. Kata ‘moralitas’ dari kata Latin “moralis” dan merupakan abstraksi dari kata ‘moral’ yang menunjuk kepada baik buruknya suatu perbuatan. Dari asal katanya bisa dikatakan etika sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang biasa dilakukan. Pendeknya, etika adalah ilmu yang secara khusus menyoroti perilaku manusia dari segi moral, bukan dari fisik, etnis dan sebagainya.
Definisi etika bisnis sendiri sangat beraneka ragam tetapi memiliki satu pengertian yang sama, yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis (Muslich,1998:4). Ada juga yang mendefinisikan etika bisnis sebagai batasan-batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari nilai-nilai moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan dalam setiap aktivitasnya (Amirullah & Imam Hardjanto, 2005).
Secara logika arti dari etika bisnis adalah penerapan etika dalam menjalankan kegiatan suatu bisnis. Tujuan bisnis yakni memperoleh keuntungan, namun harus bedasarkan norma-norma hokum yang berlaku. Bila menurut norma hokum yang tertuang secara eksplisit dalam berbagai peraturan dinyatakan tidak boleh maka para pelaku bisnis tidak boleh pula melakukannya. Artinya bila suatu bisnis memperoleh keuntungan dengan cara melanggar hokum maka kebahagiaannya bersifat semu, sebab pada suatu saat akan menjadi masalah bahkan dapat dituntut di pengadilan.
Etika Bisnis Dalam Islam
Islam sebagai agama yang telah sempurna sudah barang tentu memberikan rambu-rambu dalam melakukan transaksi, istilah al-tijarah, al-bai’u, tadayantum dan isytara yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagai pertanda bahwa Islam memiliki perhatian yang serius tentang dunia usaha atau perdagangan. Dalam menjalankan usaha dagangnya tetap harus berada dalam rambu-rambu tersebut. Rasulullah Saw telah memberikan contoh yang dapat diteladani dalam berbisnis, misalnya:
1. Kejujuran.
Sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik harta, ilmu pengetahuan, dan hal-hal yang bersifat rahasia yang wajib diperlihara atau disampaikan kepada yang berhak menerima, harus disampaikan apa adanya tidak dikurangi atau ditambah-tambahi. Orang yang jujur adalah orang yang mengatakan sebenarnya, walaupun terasa pahit untuk disampaikan.
Sifat jujur atau dapat dipercaya merupakan sifat terpuji yang disenangi Allah, walaupun disadari sulit menemukan orang yang dapat dipercaya. Kejujuran adalah barang mahal. Lawan dari kejujuran adalah penipuan. Dalam dunia bisnis pada umumnya kadang sulit untuk mendapatkan kejujuran. Laporan yang dibuat oleh akuntan saja sering dibuat rangkap dua untuk mengelak dari pajak.
يأيها الذين امنوا اتقوا الله وكونوا مع الصادقين
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur”
(Q.S. al-Taubah: 119)
والذين هم لأماناتهم وعهدهم راعون
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amant
(yang dipikulnya) dan janjinya”
(Q.S. al-Mu’minun: 8)
Rasulullah Saw pada suatu hari melewati pasar, dimana dijual seonggok makanan. Beliau masukkan tangannya keonggokan itu, dan jari-jarinya menemukannya basah. Beliau bertanya: “Apakah ini hai penjual”? Dia berkata “Itu meletakannya di atas agar orang melihatnya? Siapa yang menipu kami, maka bukan dia kelompok kami” (Quraish Shihab, Ibid.: 8).
2. Keadilan
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
(الإسراء:35)
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
(Q.S. al-Isra’: 35)
Dalam ayat lain yakni Q.S. al-Muthaffifin: 1-3 yang artinya:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar
atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”
Dari ayat di atas jelas bahwa berbuat curang dalam berbisnis sangat dibenci oleh Allah, maka mereka termasuk orang-orang yang celaka (wail). Kata ini menggambarkan kesedihan, kecelakaan dan kenistaan. Berbisnis dengan cara yang curang menunjukkan suatu tindakan yang nista, dan hal ini menghilangkan nilai kemartabatan manusia yang luhur dan mulia. Dalam kenyataan hidup, orang yang semula dihormati dan dianggap sukses dalam berdagang, kemudian ia terpuruk dalam kehidupannya, karena dalam menjalankan bisnisnya penuh dengan kecurangan, ketidakadilan dan mendzalimi orang lain.
3. Barang atau produk yang dijual haruslah barang yang halal, baik dari segi dzatnya maupun cara mendapatkannya. Berbisnis dalam Islam boleh dengan siapapun dengan tidak melihat agama dan keyakinan dari mitra bisnisnya, karena ini persoalan mu’amalah dunyawiyah, yang penting barangnya halal. Halal dan haram adalah persoalan prinsipil. Memperdagangkan atau melakukan transaksi barang yang haram, misalnya alkohol, obat-obatan terlarang, dan barang yang gharar dilarang dalam Islam.
4. Tidak Ada Unsur Penipuan
Penipuan atau al-tadlis / al-ghabn sangat dibenci oleh Islam, karena hanya akan merugikan orang lain, dan sesungguhnya juga merugikan dirinya sendiri. Apabila seseorang menjual sesuatu barang, dikatakan bahwa barang tersebut kualitasnya sangat baik, kecacatan yang ada dalam barang disembunyikan, dengan maksud agar transaksi dapat berjalan lancar. Tetapi setelah terjadi transaksi, barang sudah pindah ke tangan pembeli, ternyata ada cacat dalam barang tersebut. Berbisnis yang mengandung penipuan sebagai titik awal kehancuran bisnis tersebut.
Islam menawarkan etika bisnis yang berkeadilan dengan berlandaskan pada keteladanan Rasulullah Saw dalam berbisnis, baik pada waktu sebelum diangkat menjadi Rasul maupun setelah menjadi Rasul. Al-Qur’an memberikan nilai dasar dan prinsip-prinsip umum dalam melakukan bisnis. Mulai sekarang dan selanjutnya Islam sangat tepat dijadikan rujukan dalam berbisnis, karena didalamnya menjunjung tinggi prinsip kejujuran, keadilan, kehalalan dan tanggungjawab yang betumpu pada nilai-nilai tauhid.
D. Strategi Bisnis
Sebuah strategi merupakan pola atau rencana yang mengintegrasi tujuan-tujuan pokok sesuatu organisasi, kebijakan-kebijakan dan tahapan-tahapan kegiatan ke dalam suatu keseluruhan yang bersifat kohesif.
Sebuah strategi yang drumuskan dengan baik, membantu menata dan mengalokasi sumber-sumber daya sesuatu organisasi menjadi sebuah postur yang unik.Bagi hampir semua orang, strategi merupakan sebuah rencana, sebuah pedoman, atau kelompok pedoman untuk menghadapi situasi tertentu.
Strategi dapat juga diartikan sebagai suatu kelompok keputusan tentang tujuan-tujuan apa yang akan diupayakan pencapaiannya, tindakan-tindakan apa yang perlu dilakukan, dan bagaimana cara memanfaatkan sumber-sumber daya guna mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Strategi sesuatu perusahaan bersifat dinamik, dan ia muncul sedikit demi sedikit, sewaktu perusahaan yang bersangkutan berkembang, dan ia senantiasa perlu direvisi. Sewaktu pimpinan perusahaan yang bersangkutan melihat adanya peluang-peluang untuk melaksanakan perbaikan-perbaikan, atau munculnya sesuatu kebutuhan untuk menyesuaikan pendekatan-pendekatan bisnis, terhadap kondisi-kondisi yang berubah.
Strategi Bisnis Dalam Islam
Strategi bisnis yang dijalankan Rasulullah s.a.w. meliputi strategi operasi, strategi sumberdaya manusia, strategi keuangan , dan strategi pemasaran. Al Qur’an memberikan tuntunan dalam menjalankan bisnis hendaknya menggunakan jihad fi sabilillah dengan harta dan jiwa atau dalam bahasa manajemen menggunakan strategi di jalan Allah dengan mengoptimalkan sumberdaya. Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai usaha apakah yang paling baik ?” Beliau menjawab, “Usaha seseorang dengan tangannya sendiri, dan perdagangan yang jujur.” (Thabrani dalam Al Ausath dan para perawinya terpercaya).
• Strategi operasi merupakan strategi untuk mengubah masukan (bahan baku, bahan pendukung, mesin manusia) menjadi keluaran yang bernilai. Strategi operasi harus dikoordinasi dengan strategi pemasaran, strategi sumberdaya manusia dan strategi keuangan. Strategi operasi berkait dengan fasilitas dan peralatan, sumberdaya dan perencanaan dan pengendalian operasi.
• Strategi pengembangan sumberdaya manusia yang dilakukan Nabi Muhammad s.a.w. meliputi merencanakan dan menarik sumberdaya manusia yang berkualitas, mengembangkan sumberdaya manusia agar berkualitas, menilai kinerja sumberdaya manusia, memberikan motivasi dan memelihara sumberdaya manusia yang berkualitas.
• Strategi keuangan Nabi Muhammad s.a.w. bertujuan pemanfaatan sumberdaya keuangan untuk mendukung bisnis, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Strategi keuangan ini mencakup penghapusan riba, spekulasi (gharar) dan perjudian (maisir) dalam semua transaksi, peningkatan kekayaan dan pemerataan distribusi pendapatan serta pencapaian masyarakat yang sejahtera dibawah perlindungan Allah SWT. Prinsip transaksi bisnis tersebut meliputi prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, prinsip kepercayaan, prinsip sewa dan prinsip kebajikan.
• Strategi pemasaran meliputi segmentasi pasar dan pembidikan pasar, strategi produk, strategi harga, strategi tempat dan strategi promosi. Pasar yang menonjol pada masa Nabi Muhammad s.a.w. adalah pasar konsumen. Untuk pemasaran produk konsumen, variabel segmentasi utama adalah segmentasi geografis, segmentasi demografis, segmentasi psikografi, segmentasi perilaku dan segmentasi manfaat.
A. Pengertian bisnis
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Secara terminology, bisnis merupakan suatu kegiatan atau usaha yang tujuannya adalah untuk mendapatkan profit. Bisnis dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang meliputi pertukaran barang, jasa atau uang yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan maksud untuk memperoleh manfaat. Dengan demikian bisnis merupakan sebuah proses sosial yang dilakukan oleh individu atau kelompok melalui proses penciptaan dan pertukaran kebutuhan dan keinginan akan suatu produk tertentu yang memiliki nilai atau memperoleh manfaat atau keuntungan.
Sementara itu definisi lain istilah bisnis menurut Raymond E. Glos adalah seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang perniagaan dan industry yang menyediakan barang dan jasa untuk kbutuhan mempertahankan dan memperbaiki standar serta kualitas hidup mereka.
Bisnis Dalam Islam
Adapun dalam islam bisnis dapat dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).
Tujuan utama suatu bisnis adalah untuk memperoleh laba. Untuk itu seorang pebisnis atau pengusaha harus mampu mengkombinasikan berbagai factor produksi seperti tenaga kerja, material, modal dan kemapuan entrepreneurship untuk mencapai tujuan bisnis tersebut.
B. Kewirausahaan
Kebanyakan penulis dan pengkaji di bidang bisnis mengartikan kewirausahaan sebagai sifat dan keahlian yang dimiliki oleh para wirausnaha. Dengan demikian kewirausahaan dapat diartikan sebagai karakter seorang wirausaha, yang meliputi hal berikut:
1. Berani mengambil resiko
2. Bijaksana dalam membuat keputusan
3. Pandai melihat kesempatan yang terbuka
4. Berkemampuan menjadi manajer yang baik
Jeffery A. Timmons mendefinisikan kewirausahaan sebagai tindakan kreatif manusia membangun sesuatu yang bernilai dari tiada satu apa pun. Dalam definisi ini kewirausahaan dipandang sebagai kemampuan memburu kesempatan tanpa menghiraukan keterbatasan sumber yang dimiliki. Pengertian konsep tersebut meliputi kemampuan dan keberanian untuk mengambil resiko yang juga meliputi keahlian yang dimiliki untuk memimpin orang lain kea rah wawasan yang telah ditentukan.
Pengertian kewirausahaan relatif berbeda-beda antar para ahli/sumber acuan dengan titik berat perhatian atau penekanan yang berbeda-beda, diantaranya adalah penciptaan organisasi baru (Gartner, 1988), menjalankan kombinasi (kegiatan) yang baru (Schumpeter, 1934), ekplorasi berbagai peluang (Kirzner, 1973), menghadapi ketidakpastian (Knight, 1921), dan mendapatkan secara bersama faktor-faktor produksi (Say, 1803). Beberapa definisi tentang kewirausahaan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
• Jean Baptista Say (1816): Seorang wirausahawan adalah agen yang menyatukan berbagai alat-alat produksi dan menemukan nilai dari produksinya.
• Frank Knight (1921): Wirausahawan mencoba untuk memprediksi dan menyikapi perubahan pasar. Definisi ini menekankan pada peranan wirausahawan dalam menghadapi ketidakpastian pada dinamika pasar. Seorang worausahawan disyaratkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajerial mendasar seperti pengarahan dan pengawasan.
• Joseph Schumpeter (1934): Wirausahawan adalah seorang inovator yang mengimplementasikan perubahan-perubahan di dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk (1) memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru, (2) memperkenalkan metoda produksi baru, (3) membuka pasar yang baru (new market), (4) Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru, atau (5) menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Schumpeter mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam konteks bisnis serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya.
• Penrose (1963): Kegiatan kewirausahaan mencakup indentifikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi. Kapasitas atau kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitas kewirausahaan.
• Harvey Leibenstein (1968, 1979): Kewirausahaan mencakup kegiatan-kegiatann yang dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya.
• Israel Kirzner (1979): Wirausahawan mengenali dan bertindak terhadap peluang pasar. Entrepreneurship Center at Miami University of Ohio: Kewirausahaan sebagai proses mengidentifikasi, mengembangkaan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasila akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi resiko atau ketidakpastian. Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari berbagai pengertian tersebut adalah bahwa kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluang-peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan atau kombinasi input yang produktif. Seorang wirausahawan selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan innovatif. Selain itu, seorang wirausahawan menjalankan peranan manajerial dalam kegiatannya, tetapi manajemen rutin pada operasi yang sedang berjalan tidak digolongkan sebagai kewirausahaan. Seorang individu mungkin menunjukkan fungsi kewirausahaan ketika membentuk sebuah organisasi, tetapi selanjutnya menjalankan fungsi manajerial tanpa menjalankan fungsi kewirausahaannya. Jadi kewirausahaan bisa bersifat sementara atau kondisional.
C. Etika Bisnis
Kata “etika” berasal dari kata Yunani ethos yang mengandung arti yang cukup luas yaitu, tempat yang biasa ditinggali, kandang, padang rumput, kebiasaan, adapt, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Bentuk jamak ethos adalah ta etha yang berarti adat kebiasaan. Arti jamak inilah yang digunakan Aristoteles (384-322 SM) untuk menunjuk pada etika sebagai filsafat moral. Kata “moral” sendiri berasal dari kata latin mos (jamaknya mores) yang juga berarti kebiasaan atau adat. Kata ‘moralitas’ dari kata Latin “moralis” dan merupakan abstraksi dari kata ‘moral’ yang menunjuk kepada baik buruknya suatu perbuatan. Dari asal katanya bisa dikatakan etika sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang biasa dilakukan. Pendeknya, etika adalah ilmu yang secara khusus menyoroti perilaku manusia dari segi moral, bukan dari fisik, etnis dan sebagainya.
Definisi etika bisnis sendiri sangat beraneka ragam tetapi memiliki satu pengertian yang sama, yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis (Muslich,1998:4). Ada juga yang mendefinisikan etika bisnis sebagai batasan-batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari nilai-nilai moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan dalam setiap aktivitasnya (Amirullah & Imam Hardjanto, 2005).
Secara logika arti dari etika bisnis adalah penerapan etika dalam menjalankan kegiatan suatu bisnis. Tujuan bisnis yakni memperoleh keuntungan, namun harus bedasarkan norma-norma hokum yang berlaku. Bila menurut norma hokum yang tertuang secara eksplisit dalam berbagai peraturan dinyatakan tidak boleh maka para pelaku bisnis tidak boleh pula melakukannya. Artinya bila suatu bisnis memperoleh keuntungan dengan cara melanggar hokum maka kebahagiaannya bersifat semu, sebab pada suatu saat akan menjadi masalah bahkan dapat dituntut di pengadilan.
Etika Bisnis Dalam Islam
Islam sebagai agama yang telah sempurna sudah barang tentu memberikan rambu-rambu dalam melakukan transaksi, istilah al-tijarah, al-bai’u, tadayantum dan isytara yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagai pertanda bahwa Islam memiliki perhatian yang serius tentang dunia usaha atau perdagangan. Dalam menjalankan usaha dagangnya tetap harus berada dalam rambu-rambu tersebut. Rasulullah Saw telah memberikan contoh yang dapat diteladani dalam berbisnis, misalnya:
1. Kejujuran.
Sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang, baik harta, ilmu pengetahuan, dan hal-hal yang bersifat rahasia yang wajib diperlihara atau disampaikan kepada yang berhak menerima, harus disampaikan apa adanya tidak dikurangi atau ditambah-tambahi. Orang yang jujur adalah orang yang mengatakan sebenarnya, walaupun terasa pahit untuk disampaikan.
Sifat jujur atau dapat dipercaya merupakan sifat terpuji yang disenangi Allah, walaupun disadari sulit menemukan orang yang dapat dipercaya. Kejujuran adalah barang mahal. Lawan dari kejujuran adalah penipuan. Dalam dunia bisnis pada umumnya kadang sulit untuk mendapatkan kejujuran. Laporan yang dibuat oleh akuntan saja sering dibuat rangkap dua untuk mengelak dari pajak.
يأيها الذين امنوا اتقوا الله وكونوا مع الصادقين
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur”
(Q.S. al-Taubah: 119)
والذين هم لأماناتهم وعهدهم راعون
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amant
(yang dipikulnya) dan janjinya”
(Q.S. al-Mu’minun: 8)
Rasulullah Saw pada suatu hari melewati pasar, dimana dijual seonggok makanan. Beliau masukkan tangannya keonggokan itu, dan jari-jarinya menemukannya basah. Beliau bertanya: “Apakah ini hai penjual”? Dia berkata “Itu meletakannya di atas agar orang melihatnya? Siapa yang menipu kami, maka bukan dia kelompok kami” (Quraish Shihab, Ibid.: 8).
2. Keadilan
Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi. Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.
واوفوا الكيل اذا كلتم وزنوا بالقسطاس المستقيم ذالك خير وأحسن تأويلا
(الإسراء:35)
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah
dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
(Q.S. al-Isra’: 35)
Dalam ayat lain yakni Q.S. al-Muthaffifin: 1-3 yang artinya:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar
atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”
Dari ayat di atas jelas bahwa berbuat curang dalam berbisnis sangat dibenci oleh Allah, maka mereka termasuk orang-orang yang celaka (wail). Kata ini menggambarkan kesedihan, kecelakaan dan kenistaan. Berbisnis dengan cara yang curang menunjukkan suatu tindakan yang nista, dan hal ini menghilangkan nilai kemartabatan manusia yang luhur dan mulia. Dalam kenyataan hidup, orang yang semula dihormati dan dianggap sukses dalam berdagang, kemudian ia terpuruk dalam kehidupannya, karena dalam menjalankan bisnisnya penuh dengan kecurangan, ketidakadilan dan mendzalimi orang lain.
3. Barang atau produk yang dijual haruslah barang yang halal, baik dari segi dzatnya maupun cara mendapatkannya. Berbisnis dalam Islam boleh dengan siapapun dengan tidak melihat agama dan keyakinan dari mitra bisnisnya, karena ini persoalan mu’amalah dunyawiyah, yang penting barangnya halal. Halal dan haram adalah persoalan prinsipil. Memperdagangkan atau melakukan transaksi barang yang haram, misalnya alkohol, obat-obatan terlarang, dan barang yang gharar dilarang dalam Islam.
4. Tidak Ada Unsur Penipuan
Penipuan atau al-tadlis / al-ghabn sangat dibenci oleh Islam, karena hanya akan merugikan orang lain, dan sesungguhnya juga merugikan dirinya sendiri. Apabila seseorang menjual sesuatu barang, dikatakan bahwa barang tersebut kualitasnya sangat baik, kecacatan yang ada dalam barang disembunyikan, dengan maksud agar transaksi dapat berjalan lancar. Tetapi setelah terjadi transaksi, barang sudah pindah ke tangan pembeli, ternyata ada cacat dalam barang tersebut. Berbisnis yang mengandung penipuan sebagai titik awal kehancuran bisnis tersebut.
Islam menawarkan etika bisnis yang berkeadilan dengan berlandaskan pada keteladanan Rasulullah Saw dalam berbisnis, baik pada waktu sebelum diangkat menjadi Rasul maupun setelah menjadi Rasul. Al-Qur’an memberikan nilai dasar dan prinsip-prinsip umum dalam melakukan bisnis. Mulai sekarang dan selanjutnya Islam sangat tepat dijadikan rujukan dalam berbisnis, karena didalamnya menjunjung tinggi prinsip kejujuran, keadilan, kehalalan dan tanggungjawab yang betumpu pada nilai-nilai tauhid.
D. Strategi Bisnis
Sebuah strategi merupakan pola atau rencana yang mengintegrasi tujuan-tujuan pokok sesuatu organisasi, kebijakan-kebijakan dan tahapan-tahapan kegiatan ke dalam suatu keseluruhan yang bersifat kohesif.
Sebuah strategi yang drumuskan dengan baik, membantu menata dan mengalokasi sumber-sumber daya sesuatu organisasi menjadi sebuah postur yang unik.Bagi hampir semua orang, strategi merupakan sebuah rencana, sebuah pedoman, atau kelompok pedoman untuk menghadapi situasi tertentu.
Strategi dapat juga diartikan sebagai suatu kelompok keputusan tentang tujuan-tujuan apa yang akan diupayakan pencapaiannya, tindakan-tindakan apa yang perlu dilakukan, dan bagaimana cara memanfaatkan sumber-sumber daya guna mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Strategi sesuatu perusahaan bersifat dinamik, dan ia muncul sedikit demi sedikit, sewaktu perusahaan yang bersangkutan berkembang, dan ia senantiasa perlu direvisi. Sewaktu pimpinan perusahaan yang bersangkutan melihat adanya peluang-peluang untuk melaksanakan perbaikan-perbaikan, atau munculnya sesuatu kebutuhan untuk menyesuaikan pendekatan-pendekatan bisnis, terhadap kondisi-kondisi yang berubah.
Strategi Bisnis Dalam Islam
Strategi bisnis yang dijalankan Rasulullah s.a.w. meliputi strategi operasi, strategi sumberdaya manusia, strategi keuangan , dan strategi pemasaran. Al Qur’an memberikan tuntunan dalam menjalankan bisnis hendaknya menggunakan jihad fi sabilillah dengan harta dan jiwa atau dalam bahasa manajemen menggunakan strategi di jalan Allah dengan mengoptimalkan sumberdaya. Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai usaha apakah yang paling baik ?” Beliau menjawab, “Usaha seseorang dengan tangannya sendiri, dan perdagangan yang jujur.” (Thabrani dalam Al Ausath dan para perawinya terpercaya).
• Strategi operasi merupakan strategi untuk mengubah masukan (bahan baku, bahan pendukung, mesin manusia) menjadi keluaran yang bernilai. Strategi operasi harus dikoordinasi dengan strategi pemasaran, strategi sumberdaya manusia dan strategi keuangan. Strategi operasi berkait dengan fasilitas dan peralatan, sumberdaya dan perencanaan dan pengendalian operasi.
• Strategi pengembangan sumberdaya manusia yang dilakukan Nabi Muhammad s.a.w. meliputi merencanakan dan menarik sumberdaya manusia yang berkualitas, mengembangkan sumberdaya manusia agar berkualitas, menilai kinerja sumberdaya manusia, memberikan motivasi dan memelihara sumberdaya manusia yang berkualitas.
• Strategi keuangan Nabi Muhammad s.a.w. bertujuan pemanfaatan sumberdaya keuangan untuk mendukung bisnis, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Strategi keuangan ini mencakup penghapusan riba, spekulasi (gharar) dan perjudian (maisir) dalam semua transaksi, peningkatan kekayaan dan pemerataan distribusi pendapatan serta pencapaian masyarakat yang sejahtera dibawah perlindungan Allah SWT. Prinsip transaksi bisnis tersebut meliputi prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, prinsip kepercayaan, prinsip sewa dan prinsip kebajikan.
• Strategi pemasaran meliputi segmentasi pasar dan pembidikan pasar, strategi produk, strategi harga, strategi tempat dan strategi promosi. Pasar yang menonjol pada masa Nabi Muhammad s.a.w. adalah pasar konsumen. Untuk pemasaran produk konsumen, variabel segmentasi utama adalah segmentasi geografis, segmentasi demografis, segmentasi psikografi, segmentasi perilaku dan segmentasi manfaat.